Pandemi membuat kuliah Rafli berubah jadi layar-layar kosong dan tugas yang tak ada habisnya. Jenuh, ia memutuskan mengisi waktu dengan hal yang ia suka: badminton. Di siang hari yang terik, ia datang ke lapangan kecil dekat rumah—tempat yang ternyata sudah lebih dulu latihan oleh seorang gadis bernama Azizah.
Azizah, yang sedang menunggu masa masuk kuliah di Poltekkes Kemenkes Banjarmasin, rutin latihan untuk mengisi waktu luangnya. Saat pertama kali melihat Rafli datang membawa raket, ia hanya mengangguk singkat. Tapi siapa sangka, dari anggukan kecil itu, cerita mereka dimulai.
Hari demi hari, mereka makin akrab. Siang hari yang panas tak terasa karena diselingi tawa, saling melempar lelucon, dan berbagi minum dari botol yang sama. Rafli mulai menanti momen latihan bukan karena ingin bermain—tapi karena ingin bertemu Azizah.
Lalu, pada suatu malam, ketika latihan sore itu masih terbayang jelas di kepala Rafli, ia memberanikan diri. Tangannya gemetar saat mengetik nomor Azizah. Ketika suara Azizah menjawab di ujung telepon, Rafli menarik napas dalam.
“Zizah… aku nggak tahu gimana cara bilangnya langsung. Tapi aku nggak cuma suka latihan bareng kamu. “Aku suka… kamu!”
Sejenak hening. Lalu Azizah tertawa kecil.
Dan malam itu, lewat suara di telepon, cinta mereka resmi dimulai—sama sederhana dan hangatnya seperti siang-siang mereka di lapangan badminton.